Selasa, 05 Januari 2010

PENGARUH VARIASI SUHU SINTERING TERHADAP KONDUKTIVITAS SENYAWA TERMISTOR Zn0,95 Mn0,05 Fe2O4

PENGARUH VARIASI SUHU SINTERING TERHADAP
KONDUKTIVITAS SENYAWA TERMISTOR Zn0,95 Mn0,05 Fe2O4
Ika Setyawati, Fakultas MIPA
Universitas Negeri Malang



ABSTRAK

Termistor merupakan suatu komponen elektronik yang memiliki tahanan listrik yang sangat sensitif terhadap perubahan suhu. Pada penelitian ini termistor disintesis dari senyawa ZnFe2O4 yang didoping MnO2. Sampel kemudian disinterring dengan suhu 9000C, 10000C dan 11000C..
Tujuan untuk penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi suhu sintering terhadap konduktivitas listrik senyawa Zn0.95 Mn0,05Fe2O4. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2009 di Laboratorium Fisika Material Fakultas aematika dan Ilmu Pengetahuan alam, Universitas Negeri Malang. Langkah pertama yang dilakukan adalah penyiapan dan penimbangan bahan dengan molar 0,05 untuk MnO2, kemudian proses sintering menggunakan alat pemanas Furnace Termolyne 48000 dengan variasi suhu sintering 900C, 1000C, 1100C selama 4 jam. Dengan menggunakan metode 4 point probe, setelah proses tersebut dilakukan selanjutnya sampel dikarakterisasi (diamati bagaimana konduktivitas terhadap perubahan suhu sintering).
Hasilnya konduktivitas terbesar dimiliki oleh sampel yang disintering pada suhu 11000C sebesar 16.79 (kΩm). Semakin besar suhu sintering maka konduktivitasnya semakin besar.

Kata Kunci : Conductivitas, Sintering, Doping III-V and II-VI semiconductor, Termistor, Temperatur-atmosphere
PACS :



Pendahuluan
Selama dekade terakhir, kebutuhan akan barang keramik sangat dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari,keramik semakin maju dan modern. Keramik yang banyak dikenal sebagai isolator, ternyata juga dapat menjadi bahan konduktor, semikonduktor, superkonduktor dan magnet.Keramik yang sedang dikembangkan adalah keramik semikonduktor. Keramik semikonduktor ini banyak digunakan dalam teknik elektronika. Contohnya digunakan untuk termistor (PTC) yaitu Barium Titinate (BaTi) (Sumanto, 1996). Contoh lain keramik semikonduktor adalah termistor (NTC) ZnFe2O4. Pada penelitian sebelumnya, telah diketahui bahwa hambatan listrik keramik cukup besar apabila ditambah doping 0,5% SiO2 yang disinter pada suhu 1200 C selama dua jam. Penelitian tidak berhenti sampai disitu, (Anisa, 2007) melakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan harga karakteristik termistor yang bermacam-macam dengan memberikan perlakuan panas untuk mendapatkan hambatan listrik yang berbeda. Keramik ZnFe2O4 disintering pada suhu 1000 C kemudian didinginkan dalam waktu yang berbeda akan menghasilkan nilai resistivitas listrik yang tidak sama. Pendinginan yang lambat akan menaikkan harga resistivitas listrik sehingga harga konstanta termistor mengalami penurunan.
Masih banyak karakteristik termistor yang belum diketahui. Karena itulah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut seperti pengaruh variasi suhu sintering terhadap konduktivitas termistor. Diharapkan penelitian ini dapat menghasilkan sesuatu yang memiliki kegunaan lebih besar daripada material asalnya. Tetapi jenis bahan termistor ini sangat terbatas, salah satu contohnya adalah bahan Zn0,95 Mn0,05 Fe2O4. Penelitian tentang bahan ini bertujuan untuk menjadikan bahan Zn0,95 Mn0,05 Fe2O4 ini sebagai bahan dasar untuk pengembangan inovasi elektro di masa datang. Karena alasan inilah penelitian mengenai bahan temistor ini mendapat banyak perhatian yang besar.
Sejauh ini masih belum diteliti Sejauh ini masih belum diteliti pengaruh lama sintering unsur Mn pada ZnO terhadap konduktivitas senyawa Fe2O4 dengan variasi suhu sintering 900C, 100C, 1100C selama waktu tertentu. Berdasarkan hal tersebut diatas peneliti ingin meneliti bagaimana Pengaruh Variasi Suhu Sintering Terhadap konduktivitas Listrik Senyawa Termistor Zn0.95Mn0,05Fe2O4.
II. Dasar Teori
2.1 Termistor
Termistor merupakan perangkat semikonduktor yang sangat bergantung pada suhu, perangkat ini dapat dikalibrasi sehingga dapat berfungsi sebagai termometer (Vlack, Van, 1964). Termistor mempunyai koefisien suhu positif (PTC) atau koefisien suhu negatif (NTC). Kedua jenis termistor yaitu PTC dan NTC pasti memiliki fitur dan actually a contraction of the words “thermal resistor”.keuntungan sendiri. Pada Koefisien Suhu Negatif sangat peka oleh karena itu mampu mendeteksi perubahan kecil di dalam suhu (D. Petruzella, Frank ,1996). Dalam material pada umumnya yang dapat dipanaskan atau disintering dalam suhu tinggi adalah Mn2O3, NiO, Co2O3, Cu2O, Fe2O3, TiO2, dan U2O3. Pada umumnya PTC (Koefisien Temperatur Positif) mempunyai sensitivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan NTC (Ng.Kwok K. 1995).

2.2 ZnO sebagai Bahan Semikonduktor
Semikonduktor adalah suatu bahan pada temperatur ruang memiliki resistivitas antara konduktor dan isolator (Van Vlack,1964). Semikonduktor merupakan zat yang sifat penghantar listriknya diantara konduktor dan isolator pada suhu ruang (T = 27oC). Berdasarkan harga resistivitasnya pada suhu kamar semikonduktor dapat diklasifikasikan, yaitu dalam rentang (10-2 sampai 109) ohm-cm. Resistivitas dipengaruhi oleh suhu, cahaya yang menyinari, medan listrik dan medan magnet (Parno, 2006).
Semikonduktor sangat berguna karena sifat konduktivitasnya dapat dirubah atau dikontrol dengan menyuntikkan materi lain atau menambah sejumlah kecil ketakmurnian (bias disebut materi doping). Doping adalah sengaja menambahkan suatu bahn pengotor (impuritas)ke dalam bahan semikonduktor (Kittel, 2002). Berdasarkan murni atau tidaknya bahan, semikonduktor dibedakan menjadi dua jenis, yaitu semikondutor intrinsik dan ekstrinsik. Semikonduktor intrinsik adalah semikonduktor murni yang sifat kelitrikannya ditentukan oleh sifat alam yang melekat pada unsur yan bersngkutan. Sedangkan semikonduktor ekstrinsik adalah smikonduktor tidak murni yang sifat kelistrikannya dikendalikan oleh ifat dan jumlah pengotor yang diberikan pada bahan itu (Parno, 2006).
Semikonduktor tidak hanya dibatasi oleh unsur golongan IV. Semikonduktor dapat juga diperoleh dari gabungan antara golongan III dan golongan V yang memiliki karakteristik struktur elektronik serupa.
Energi yang diperlukan untuk membebaskan elektron dari pita valensi ke pita konduksi besarnya bergantung pada jenis bahan yang ditunjukkan dalam tabel 2.2.
Tabel 2.2 Daftar energi terlarang pada senyawa-senyawa semikonduktor. Sumber: Kittel, C. 1986.


Pada penelitian ini digunakan senyawa semikonduktor kelompok II – VI yang mempunyai kemiripan dengan GaN. Senyawa tersebut adalah seng oksida (ZnO). ZnO mempunyai struktur kristal yang heksagonal yang memiliki efek piezoelektrik dan mempunyai celah pita dekat dengan UV(3.4 eV) pada suhu ruang. ZnO dapat juga digunakan sebagai optoelektronik dengan rentang panjang gelombang pendek.
Seng oksida dapat diperoleh dari pembakaran logam seng dalam udara menurut persamaan reaksi:
2 Zn(s) + O2  ZnO(s)
Seng okida berupa padatan putih mempunyai struktur intan dengan jaringan ikatan kovalen. Berbeda dengan oksida logam putih lain, seng oksida menunjukkkan perubahan warna menjadi kuning pada pemanasan dan kembali menjadi putih pada pendinginan. Perubahan warna yang disebabkan karena perbedaan temperatur dikenal sifat termokromik. Dalam hal ini terjadi perubahan warna pada pemanasan sebagai akibat hilangnya beberapa atom oksigen dari kisi kristalnya sehingga meninggalkan kisi kristal dalam keadaan kelebihan muatan negatif dan ini menghasilkan warna berbeda, kelebihan muatan negatif (elektron) dapat dipindahkan via kisi kristal dengan perbedaan potensial. Pada pendinginan, atom-atom oksigen keluar dari kisi kristal pada pemanasan kembali lagi ke posisi semula sehingga diperoleh warna semula.

2.3 Fe sebagai bahan Ferromagnetik
Besi (III) Oksida berupa serbuk coklat kemerahan dengan titik leleh 15650C. Oksida ini setelah dibakar akan memberikan warna coklat. Senyawa ini selain terdapat di alam sebagai martit, Hematite dan sebagai hidratnya, dan limonit. Selain digunakan sebagai pigmen merah juga dapat digunakan sebagai serbuk gosok yang lembut dan memperlicin, regen dan katalis (Sukmawati, 2008).

Berdasarkan sifat kemagnetannya suatu bahan magnetik dapat dikelompokkan menjadi lima yaitu (1) paramagnetik (2) diamagnetik (3) feromagnetik (4) ferimagnetik (5) canted. Dalam penelitian ini bahan yang digunakan termasuk dalam golongan feromagnetik yakni besi (Fe). Feromagnetik berasal dari struktur elektron dalam atom – atom yang tersusun dalam kristal yang masing-masing elektron merupakan kuantitas magnetik kecil. Atom dengan pengisian elektron tak lengkap dalam sub kulitnya, banyak menyisakan elektron tak berpasangan dalam satu arah magnetik. Secara neto kemagnetannya memilki magnet yang efektif sebagai magnet kecil. Bahan seperti Fe, CO, Ni, Gd memiliki moment magnetik yang cukup kuat dan atom-atomnya dalam bentuk padat cukup dekat yang dapat membentuk susunan penjajaran spontan secara magnetik. Kondisi ini menghasilkan feromagnetisme. Selain bahan murni tersebut, feromagnetisme dapat ditemukan dalam paduan MnBi, dan keramik NiFe2O3, BaFe12O19 (Van Vlack : 1964) bahan feromagnetik memiliki spin yang arahnya sama (Omar Ali, 1975)
Besi adalah bahan kimia dengan simbol Fe dan mempunyai nomor atom 26. Besi berada pada golongan 8, periode 4 dan blok D. Besi berwarna metalik mengkilap keabu-abuan, besi merupakan salah satu bahan feromagnetik. Besi mempunyai titik lebur 1538℃. Besi adalah logam yang berasal dari bijih besi (tambang) yang banyak digunakan untuk kehidupan manusia sehari-hari dari yang bermanfaat. Besi merupakan bahan yang mempunyai tingkat oksidasi +3 (sangat stabil) dan +2 (reduktor) serta +6 (tidak stabil) (su’aidy : 1990). Menurut tabel periodik besi (Fe) termasuk dalam golongan unsur transisi.

MnO2 adalah bahan ferromagnetic. Tanpa kehadiran medan luar pun bahan ini akan mengalami magnetisasi (magnetisasi spontan). Bahan ini berfase solid dan mempunyai titik leleh 5350C, kerapatannya 5,026 gram/cm3. Resistivitas listriknya 144 μohm.cm dan jari-jari atom 136,7pm. MnO2 bukan dioksida yang paling stabil karena dapat terurai menjadi Mn2O3 pada ~5300C. MnO2 bersifat antiferromagnetik dibawah temperature 92K. kegunaan dari MnO2 adalah untuk baterai alkaline dan baterai seng karbon (Sugiarti, 2006).

2.6 Konduktivitas Listrik
Konduktivitas listrik adalah ukuran dari kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik. Jika suatu beda potensial listrik ditempatkan pada ujung-ujung sebuah konduktor, muatan-muatan bergeraknya akan berpindah, menghasilkan arus listrik.
Konduktivitas listrik merupakan sifat penting suatu bahan sehubungan dengan medan magnet luar. Ketika suatu medan listrik diberikan pada sebuah dielektrik, akan terjadi polarisasi terhadap dielektrik tersebut. Tetapi jika medan tersebut diberikan ke daerah yang memiliki muatan bebas tersebut akan bergerak dan timbul arus listrik sebagai ganti polarisasi medium tersebut. Tidak seluruhnya zat merupakan konduktor listrik dan diantaranya zat-zat yang menghantarkan listrik tidak semua mengikuti hukum ohm. Masih banyak campuran antar logam yang menunjukkan perilaku superkonduktor.
Dalam eksperimen ini penujian konduktivitas listrik menggunakan metode 4-probe. Konduktivitas σ merupakan respon bahan terhadap medan listrik ε dan rapat arus J melalui persamaan J = σ ε. Dalam suatu bahan dengan panjang L dan luas penampan A,

sedangkan konduktivitas σ adalah kebalikan dari resistivitas, yaitu σ = 1/ ρ. sehingga dengan A : luas penampang ( m2 )

R : tahanan penghantar ( ohm )
σ : Konduktivitas (ohm m)
pengukuran konduktivitas sampel berbentuk cincin akan lebih tepat dengan menggunakan metode 4-titik probe karena metode ini bebas dari gangguan arus atau tegangan dari alat ukur yang bersangkutan

Konduktivitas merupakan sifat listrik yang diperlukan dalam berbagai pemakaian sebagai penghantar tenaga listrik; dan sebagaimana diketahui mempunyai rentang harga yang sangat luas. Logam / material yang merupakan penghantar listrik yang baik memiliki konduktivitas listrik yang baik dengan orde 107 ( ohm.meter ) -1. Sebaliknya material isolator memiliki konduktivitas yang sangat rendah; yaitu antara 10-10 sampai 10-20 ( ohm.m )-1. Diantara kedua sifat ekstrim tersebut, ada material semi konduktor yang konduktivitasnya berkisar antara 10-6 sampai dengan 10-4 ( ohm.m )-1. Berbeda pada kabel tegangan rendah pada kabel tegangan menengah, untuk pemenuhan fungsi pengahantar dan pengaman terhadap penggunaan, ketiga jenis / sifat konduktivitas tersebut diatas digunakan semuanya.
Tabel 2. Konduktivitas listrik berbagai logam dan paduannya pada suhu
kamar.
Logam Konduktivitas listrik ohm meter
Perak (Ag) 6,8 x 107
Tembaga (Cu) 6,0 x 107
Emas (Au) 4,3 x 107
Alumunium (Ac) 3,8 x 107
Kuningan (70% Cu-30% Zn) 1,6 x 107
Besi (Fe) 1,0 x 107
Baja karbon (Fe-C) 0,6 x 107
Baja tahan karat (Fe-Cr) 0,2 x 107


III. Metode Penelitian

Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat eksoerimen sejati (true axperimental research, dengan satu variabel bebas dan satu variabel terikat). Bahan kajian didapat berbagai sumber seperti buku, jurnal dan internet.
Langkah pertama yang dilakukan adalah penyiapan, penimbangan, pencampran bahan dengan molar 0,05, kemudian proses lama sintering dengan suhu yang berbeda, yaitu 900C, 100C, 1100C selama 4 jam. Setelah proses tersebut sampel dikarakterisasi (diukur nilai konduktivitasnya



Langkah-langkah pengukuran konduktivitas listrik akan lebih tepat dengan mengunakan metode 4-titik probe karena metode ini bebas dari gangguan arus atau tegangan dari alat ukur yan bersangkutan.
Membuat sampel (sesuai dengan uraian pada desain bahan)
Menentukan titik probe dengan jarak tertentu. Dalam eksperimen ini digunakan metode 4-probe. Dua titik dihubungkan dengan amperemeter dan dua titik lainnya dihubungkan dengan voltmeter (sesuai dengan set-up alat pada desain instrumentasi).


IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil Penelitian
Tabel hubungan antara suhu sintering dan konduktivitas (perhitungang terlampir).

No T(0C) σ (Ωm)-1
1 900 0.1151
2 1000 0.2019
3 1100 0.3226

Dari data diatas dapat diketahui bahwa kenaikan suhu sintering mengakibatkan kenaikan nilai konduktivitas listriknya. Hal ini dikarenakan jika suatu atom dipanasi maka atom tersebut akan bergetar (vibrasi). Bergetarnya atom ini menimbulkan jarak antar atom semakin besar, sehngga atom tidak mudah mengikat elektron dan mengakibatkan elektron mudah bergerak bebas. Gerakan elektron bebas ini akan meningkatkan konduktivitas listrik. Jadi konduktivitas lstrik bergantung pada suhu (Parno, 2006:87). Penambahan suhu dapat menyebabkan transisi fase, perubahan struktur Kristal, perubahan jarak atom terdekat dan sudut atom terdekat serta parameter kisi (Chen, 2003) Suatu bahan akan mengalami transisi dari sifat konduktif ke sifat resistif akibat pengaruh suhu (Anita, 2007). Konduktivitas listrik sangat dipengarui oleh mudah tidaknya elektron bergerak dalam kisi (Smallman, 1995).

V. Kesimpulan
Dari eksperimen di atas dapat disimpulkan bahwa eksperimen kali ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa ketika suhu naik maka meningkatkan konduktivitas senyawa termistor Zn0.95Mn0,05Fe2O4.

DAFTAR PUSTAKA
Sumanto. 1996. Pengetahuan Bahan untuk Mesin dan Listrik. Yogyakarta : Andi Offset.
Van Vlack. 1964. Element of materials Science, An Introductory Text for Engineering Student. London:Addison –Wesley Publising Company,Inc
Parno. 2006. Fisika Zat Padat, Struktur Kristal: Universitas Negeri Malang
Anisa, Fitri. Skripsi. 2007. Pengaruh Heat Treatment terhadap Karakterisasi Termistor ZnFe2O4 yang Ditambah Doping SiO2. Malang
Kitttel, C. 2002. Introduction to Solid State Physic. John Wiley & Son, Inc. Singapore, New York, Chichester, Brisbane, Toronto.
Ng, Kwok K., 1995. Complate guide to Semiconductor devices/Kwog K. Ng. McGraw-Hill Series in electrical and computer engineering. Electronics and VLSI circuits.
Tim penyusun.2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Malang: Universitas Negeri Malang.
Hartatiek. 2001. Fisika Keramik Bagian I. Malang: Universitas Negeri Malang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar